Kisah #1 : Feline Lower Urinary Tract Disease



Sebuah kisah di sebuah klinik hewan pinggiran ibu kota. Pagi itu sekitar pukul 08.00 dan klinik baru saja buka, meskipun di dalamnya sudah ada dokter hewan yang stand by sejak sebelum subuh, karena sejak semalaman tengah menangani kelahiran pasien seekor anjing labrador retriever.

“Permisi, permisi, dokter hewannya sudah ada?”, ucap seorang wanita muda di depan meja resepsionis sambil meletakkan sebuah pet cargo di kursi tunggu.

“Iya bu, dokternya sudah ada, mau periksa kah?”, balas resepsionis.

“Iya mbak, bisa cepat mbak, kucing saya sudah lemas”, jawab wanita tersebut.

“Sebentar ya bu”, ucap resepsionis sambil memanggil salah satu paramedis.

Tidak berapa lama, paramedis datang dan mengangkat pet cargo dan kemudian berjalan membawanya ke dalam ruang klinik hewan.

“Silakan bu, ikuti mas-nya”, ucap resepsionis.

Di ruang klinik, paramedis mengeluarkan hewan dari pet cargo dan meletakkan seekor kucing jantan ras persia campuran ke atas meja periksa atas perintah dokter hewan yang sedari pagi duduk di belakang meja dokter.

Tidak berapa lama, pemilik kucing masuk ke ruang klinik dan langsung memohon kepada dokter hewan yang sedang memeriksa kucing tersebut sambil sedikit memelas untuk menyelamatkan nyawa kucingnya yang sudah lemas. Pada waktu di atas meja periksa, kucing tersebut sebenarnya sudah mati, sehingga kemudian dokter hewan menjelaskan bahwa kucingnya sudah mati beberapa menit yang lalu. Tidak berapa lama, pemilik menangis dan minta penjelasan penyebab kucingnya mati.

Dokter hewan memberi penjelasan kepada pemilik kucing bahwa kucingnya mati karena keracunan urine atau kencing yang tidak bisa keluar. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, diperoleh bahwa kantung kemih membesar berisi urine dan setelah setelah dilakukan pengambilan cairan dari kantung kemih lewat perut kucing, menunjukkan hasil bahwa kantung kemih berisi urine bercampur darah.

Penjelasan pun berlanjut, dimana awal kejadian ini pasti sudah beberapa hari yang lalu, dan ini akumulasi, sehingga kandungan urine yang berupa amonia terserap di dalam aliran darah, sehingga mempercepat kematian karena amonia bersifat racun bagi tubuh.

“Iya dok beberapa hari lalu saya lihat kencingnya ada darahnya, lalu dia seperti mau kencing di pasirnya tapi kelihatan kesulitan”, ucap pemilik kucing.

“Kenapa bisa berdarah dok?”

Kucing ibu terkena FLUTD atau Feline Lower Urinary Tract Disease, penyebabnya bisa macam-macam, bisa karena makanan yang terlalu tinggi protein dan tinggi kandungan struvite dan oksalat-nya, bisa karena ada peradangan di kantung kemih, atau keduanya. Karena ada plak dan kristal (struvite dan oksalat) di urine, plak dan kristal tersebut akan menyumbat saluran urethra, dan akibatnya kucing kesulitan kencing. Kalau urine yang seharusnya keluar tapi tidak keluar, maka akhirnya akan menumpuk dan amonia yang merupakan kandungan urine akan diserap lagi oleh pembuluh darahnya, beredar ke seluruh tubuh kucing dan akhirnya meracuni si kucing.

"Ibu seharusnya membawa kucingnya periksa ke dokter hewan ketika menjumpai kucingnya berperilaku susah kencing dan kencing berdarah. Keberhasilan terapi tergantung dari lamanya kejadian lho bu", pesan dokter hewan.

“Baik dok, terima kasih”, ucap pemilik kucing sambil terisak-isak.

Masalah FLUTD dengan gejala susah kencing sangat sering terjadi pada kucing jantan, karena saluran urethra untuk pembuangan urine memanjang dari kantung kemih ke ujung pengeluaran di penis sangat panjang dan diameternya kecil. Apabila terhambat oleh kristal atau plak, dapat  menyumbat saluran tersebut dan kucing tidak bisa kencing. Jika sudah begini, opsi pemasangan kateter adalah opsi utama untuk menyelamatkan nyawa kucing.

Lebih cepat lebih baik, sepertinya ungkapan ini cocok diterapkan pada kasus FLUTD, semakin cepat ketahuan semakin baik keberhasilan pengobatan atau terapinya, dan semakin lama semakin buruk, seperti kasus yang dikisahkan ini. Namun, terkadang masih banyak pemilik kucing yang bisa dibilang kurang peduli, mereka baru membawa kucingnya saat sudah lemas, dan yang membuat kami jengkel adalah ekspektasi mereka sangat tinggi, maksudnya ekspektasi kesembuhan kucingnya terlalu ketinggian padahal kepeduliannya saja kurang. Jika sudah lemas, keberhasilan terapi menjadi kecil.

Pemilik hewan yang baik adalah pemilik yang memiliki komitmen tinggi terhadap hewannya, sehingga secara tidak sadar mereka menerapkan prinsip kesejahteraan hewan. Kepedulian adalah salah satu poin inti dalam kesejahteraan hewan, yakni kepedulian dan komitmenn pemilik atas kesehatan hewan. Jika hewannya mati karena kelalaian pemilik, maka pemilik sudah melanggar kesejahteraan hewan.

O iya, kesejahteraan hewan juga diatur oleh undang-undang negara ini lho.Bagi pemilik hewan, yuk lebih care lagi terhadap hewan kesayangannya.

Salam,VetNotes Podcaster & Blogger
Podcast dapat didengarkan di channel Youtube : VetNotes Podcast

Comments

Popular posts from this blog

Zoonosis Umum Yang Sering Dijumpai #1